HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
KEANGGOTAAN
BAGIAN I
ANGGOTA
Pasal 1
Anggota Muda
Anggota Muda adalah Mahasiswa Islam yang menuntut ilmu dan/atau yang sederajat yang telah mengikuti Masa Perkenalan Calon Anggota (Maperca) dan ditetapkan oleh Pengurus Cabang
Pasal 2
Anggota Biasa
Anggota biasa adalah anggota muda atau mahasiswa Islam yang telah dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader I (Basic Training)
Pasal 3
Anggota Kehormatan
1. Adalah orang yang berjasa kepada HMI
2. Mekanisme penetapan anggota kehormatan diatur dalam ketentuan tersendiri.
BAGIAN II
SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN
Pasal 4
Syarat-Syarat Keanggotaan
1. Setiap mahasiswa Islam yang ingin menjadi anggota harus mengajukan permohonan serta menyatakan secara tertulis kesediaan mengikuti Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga serta ketentuan/peraturan organisasi lainnya
2. Apabila telah memenuhi syarat pada ayat (a) dan yang bersangkutan telah dinyatakan lulus mengikuti Maperca, maka dinyatakan sebagai anggota muda.
3. Mahasiswa Islam yang telah memenuhi syarat (a) dan/atau anggota muda HMI dapat mengikuti Latihan Kader I dan setelah lulus dinyatakan sebagai anggota biasa HMI
BAGIAN II
MASA KEANGGOTAAN
Pasal 5
Masa Keanggotaan
1. Masa keanggotaan anggota muda berakhir 6 (enam) bulan sejak Maperca.
2. Masa keanggotaan anggota biasa adalah sejak dinyatakan lulus LK I (Basic Training) hingga 2 (dua) tahun setelah berakhirnya masa studi S0 dan S1, dan hingga 1 tahun untuk S2 dan S3.
3. Anggota biasa yang habis masa keanggotaannya saat menjadi pengurus, diperpanjang masa keanggotaannya sampai selesai masa kepengurusannya (dinyatakan demisioner), setelah itu dinyatakan habis masa keanggotaannya dan tidak dapat menjadi pengurus lagi.
4. Anggota biasa yang melanjutkan studi ke strata perguruan tinggi yang lebih tinggi atau sama lebih dari dua tahun sejak lulus dari studi sebelumnya dan tidak sedang diperpanjang masa keanggotaan karena menjadi pengurus (sebagaimana dimaksud ayat c) maka masa keanggotaan tidak diperpanjang lagi (berakhir).
1. Masa keanggotaan berakhir apabila:
1. Telah berakhir masa keanggotaannya
2. Meninggal dunia.
3. Mengundurkan diri.
4. Menjadi anggota Partai Politik.
5. Diberhentikan atau dipecat.
BAGIAN III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 6
Hak Anggota
1. Anggota muda mempunyai hak bicara dan hak partisipasi
2. Anggota biasa memiliki hak bicara, hak suara, hak partisipasi dan hak untuk dipilih
3. Anggota kehormatan memiliki hak mengajukan saran/usul dan pertanyaan kepada pengurus secara lisan dan tulisan.
Pasal 7
Kewajiban Anggota
1. Setiap anggota berkewajiban menjaga nama baik HMI
2. Setiap anggota berkewajiban menjalankan misi organisasi
3. Setiap anggota berkewajiban menjunjung tinggi etika, sopan santun dan moralitas dalam berperilaku dan menjalankan aktifitas organisasi.
4. Setiap anggota berkewajiban tunduk dan patuh kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan HMI yang sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
5. Setiap anggota biasa berkewajiban membayar uang pangkal dan iuran anggota.
6. Setiap anggota berkewajiban menghormati simbol-simbol organisasi
BAGIAN IV
MUTASI ANGGOTA
Pasal 8
Mutasi Anggota
1. Mutasi anggota adalah perpindahan status keanggotaan dari satu cabang ke cabang lain
2. Dalam keadaan tertentu, seorang anggota HMI dapat memindahkan status keanggotaannya dari satu cabang ke cabang lain atas persetujuan cabang asalnya.
3. Untuk memperoleh persetujuan dari cabang asal, maka seorang anggota harus mengajukan permohonan secara tertulis untuk selanjutnya diberikan Surat Keterangan.
4. Mutasi anggota hanya dapat dilakukan jika yang bersangkutan pindah studi dan/atau pindah domisili.
5. Apabila seorang anggota HMI studi di 2 (dua) perguruan tinggi yang berbeda wilayah kerja cabang, maka ia harus memilih salah satu cabang.
BAGIAN IVI
RANGKAP ANGGOTA DAN RANGKAP JABATAN
Pasal 9
1. Dalam keadaan tertentu anggota HMI dapat merangkap menjadi anggota organisasi lain atas persetujuan Pengurus Cabang.
2. Pengurus HMI tidak dibenarkan untuk merangkap jabatan pada organisasi lain sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Ketentuan tentang jabatan seperti dimaksud pada ayat (b) diatas diatur dalam ketentuan tersendiri.
4. Anggota HMI yang mempunyai kedudukan pada organisasi lain diluar HMI, harus menyesuaikan tindakannya dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan organisasi lainnya.
BAGIAN IVII
SANKSI ANGGOTA
Pasal 10
Sanksi Anggota
1. Sanksi adalah bentuk hukuman sebagai bagian proses pembinaan yang diberikan organisasi kepada anggota yang melalaikan tugas, melanggar ketentuan organisasi, merugikan atau mencemarkan nama baik organisasi, dan/atau melakukan tindakan kriminal dan tindakan melawan hukum lainnya.
2. Sanksi dapat berupa teguran, peringatan, skorsing, pemecatan atau bentuk lain yang ditentukan oleh pengurus dan diatur dalam ketentuan tersendiri.
3. Anggota yang dikenakan sangsi dapat mengajukan pembelaan di forum yang ditunjuk untuk itu.
BAB II
STRUKTUR ORGANISASI
1. STRUKTUR KEKUASAAN
BAGIAN I
KONGRES
Pasal 11
Status
1. Kongres merupakan musyawarah utusan cabang-cabang
2. Kongres memegang kekuasaaan tertinggi organisasi
3. Kongres diadakan 2 (dua) tahun sekali
4. Dalam keadaan luar biasa, Kongres dapat diadakan menyimpang dari ketentuan pasal 11 ayat ( c )
5. Dalam keadaan luar biasa Kongres dapat diselenggarakan atas inisiatif satu cabang dengan persetujuan sekurang-kurangnya melebihi separuh dari jumlah cabang penuh.
Pasal 12
Kekuasaan/Wewenang
1. Meminta laporan pertanggungjawaban Pengurus Besar
2. Menetapkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, dan Penjabaran AD/ART.
3. Memilih Pengurus Besar dengan jalan memilih Ketua Umum yang sekaligus merangkap sebagai formatur dan dua mide formatur
4. Menetapkan anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar
5. Menetapkan calon-calon tempat penyelenggaraan Kongres berikutnya
6. Menetapkan dan mengesahkan pembentukan dan pembubaran Badko.
Pasal 13
Tata Tertib
1. Peserta kongres terdiri dari Pengurus Besar, Utusan/Peninjau Pengurus Cabang, Kohati PB HMI, Bakornas Lembaga Pengembangan Profesi, BPL, Balitbang, Badko, Anggota MPK PB HMI, dan Undangan Pengurus Besar.
2. Kohati PB HMI, Bakornas Lembaga Pengembangan Profesi, BPL, Balitbang, Badko, Anggota MPK PB HMI, dan Undangan Pengurus Besar merupakan peserta peninjau.
3. Peserta Utusan (Cabang Penuh) mempunyai hak suara dan hak bicara, sedangkan peninjau mempunyai hak bicara.
4. Banyaknya utusan cabang dalam kongres dari jumlah anggota biasa cabang penuh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Sn = a.px-1
Dimana :
x adalah bilangan asli {1,2,3,4, …}
Sn = Jumlah anggota biasa
a = 150 (Seratus lima Puluh)
p = Pembanding = 4 (empat)
x = Jumlah utusan
Jumlah anggota Jumlah Utusan
150 s/d 599 : 1
600 s/d 2.399 : 2
2.400 s/d 9.599 : 3
9.600 s/d 38.900 : 4
dan seterusnya ……….
1. Jumlah peserta peninjau ditetapkan oleh Pengurus Besar
2. Pimpinan sidang kongres dipilih dari peserta (utusan/peninjau) oleh peserta utusan dan berbentuk presidium.
3. Kongres baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta utusan (cabang penuh)
4. Apabila ayat (g) tidak terpenuhi maka kongres diundur selama 2 x 24 jam dan setelah itu dinyatakan sah
5. Setelah menyampaikan LPJ dan dibahas oleh kongres maka PB dinyatakan demisioner
6. Badko dan Cabang sedapat mungkin mengikutsertakan HMI-wati sebagai peserta.
BAGIAN II
KONFERENSI CABANG/MUSYAWARAH ANGGOTA CABANG
Pasal 14
Status
1. Konferensi Cabang (Konfercab) merupakan musyawarah utusan komisariat
2. Konfercab/Muscab merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi di tingkat Pengurus Cabang
3. Bagi cabang yang memiliki komisariat kurang dari 4 (empat) diselenggarakan Musyawarah Anggota Cabang (Muscab)
4. Konfercab/Muscab diselenggarakan satu kali dalam setahun
Pasal 15
Kekuasaan dan Wewenang
1. Meminta Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Cabang
2. Menetapkan Pedoman Kerja Pengurus Cabang dan Program Kerja Pengurus Cabang.
3. Memilih Pengurus Cabang dengan jalan memilih Ketua Umum yang merangkap sebagai Formateur dan dua Mide Formateur
4. Menetapkan anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang
Pasal 16
Tata Tertib Konferensi Cabang/Musyawarah Anggota Cabang
1. Peserta Konfercab terdiri dari Pengurus Cabang, Utusan/Peninjau Komisariat, Kohati Cabang, BPL, Anggota MPK Pengurus Cabang, Korkom dan undangan Pengurus Cabang
2. Pengurus Cabang adalah penanggung jawab Konferensi/Musyawarah Anggota Cabang; Komisariat penuh adalah peserta utusan; Kohati Cabang, Lembaga Pengembangan Profesi, BPL, anggota MPK PC, Korkom, Komisariat Persiapan, dan undangan pengurus cabang adalah peserta peninjau
3. Untuk Muscab, Pengurus Cabang adalah penaggung jawab penyelenggara Muscab, anggota biasa adalah utusan, Kohati Cabang, Lembaga Pengembangan Profesi, BPL, anggota MPK PC dan undangan pengurus cabang adalah peserta peninjau
4. Peserta utusan (komisariat penuh/anggota biasa) mempunyai hak suara dan hak bicara sedangkan peserta peninjau mempunyai hak bicara.
5. Banyaknya utusan komisariat dalam Konfercab ditentukan dari jumlah anggota biasa dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Sn = a.px-1
dimana :
x adalah bilangan asli (1, 2, 3, 4, ….)
Sn = Jumlah anggota biasa
a = 150 (seratus lima puluh)
p = pembanding = 3 (tiga)
x = Jumlah utusan
Jumlah anggota Jumlah utusan
50 s/d 149 : 1
150 s/d 449 : 2
450 s/d 1.349 : 3
1.350 s/d 4.049 : 4
4.050 s/d 12.149 : 5
12.150 s/d 36.449 : 6
dan seterusnya ………….
1. Pimpinan sidang Konfercab/Muscab dipilih dari peserta utusan/peninjau oleh peserta utusan dan berbentuk presidum
2. Konfercab/Muscab baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari separuh jumlah peserta utusan komisariat/komisariat penuh
3. Apabila ayat (g) tidak terpenuhi, maka Konfercab/Muscab diundur 1 x 24 jam setelah itu dinyatakan sah
4. Setelah Pengurus Cabang menyampaikan LPJ di hadapan peserta Konfercab/Muscab maka pengurus cabang dinyatakan demisioner
BAGIAN III
RAPAT ANGGOTA KOMISARIAT
Pasal 17
Status
1. Rapat anggota komisariat (RAK) merupakan musyawarah anggota biasa komisariat
2. RAK diadakan satu kali dalam satu tahun
Pasal 18
Kekuasaan/Wewenang
1. Meminta Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Komisariat
2. Menetapkan Pedoman Kerja Pengurus Komisariat dan Program Kerja Komisariat
3. Memilih Pengurus Komisariat dengan jalan memilih ketua umum yang merangkap sebagai formateur dan kemudian dua mide formateur.
4. Menetapkan anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus HMI Komisariat.
Pasal 19
Tata Tertib Rapat Anggota Komisariat
1. Peserta RAK terdiri dari pengurus komisariat, anggota biasa komisariat, Pengurus Kohati Komisariat, anggota muda, anggota MPK PK dan undangan pengurus komisariat.
2. Pengurus Komisariat adalah penanggungjawab penyelenggara RAK; anggota biasa adalah utusan; anggota muda, Anggota MPK PK dan undangan Pengurus Komisariat adalah peserta peninjau.
3. Peserta utusan mempunyai hak suara dan hak bicara sedangkan peserta peninjau mempunyai hak bicara.
4. Pimpinan sidang RAK dipilih dari peserta utusan/peninjau oleh peserta utusan dan berbentuk presidium.
5. RAK baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota biasa
6. Apabila ayat (e) tidak terpenuhi maka RAK diundur 1 x 24 jam dan setelah itu dinyatakan sah
7. Setelah LPJ Pengurus Komisariat diterima oleh peserta RAK maka Pengurus Komisariat dinyatakan demisioner.
B. STRUKTUR PIMPINAN
BAGIAN IV
PENGURUS BESAR
Pasal 20
Status
1. Pengurus Besar (PB) adalah Badan/Instansi kepemimpinan tertinggi organisasi
2. Masa jabatan PB adalah dua tahun terhitung sejak pelantikan/serah terima jabatan dari Pengurus Besar demisioner
Pasal 21
Personalia Pengurus Besar
1. Formasi Pengurus Besar sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, dan Bendahara Umum.
2. Formasi Pengurus Besar disesuaikan dengan kebutuhan organisasi dengan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi kinerja kepengurusan.
3. Yang dapat menjadi personalia Pengurus Besar adalah:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Dapat membaca Al Qur’an.
3. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader III.
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan Pengurus Cabang dan/atau Badko.
6. Tidak menjadi personalia Pengurus Besar untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.
4. Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formatur Pengurus Besar adalah:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Dapat membaca Al Qur’an.
3. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader III.
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat, Cabang dan/atau Badko.
6. Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi Pengurus.
7. Sehat secara jasmani maupun rohani
8. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah
9. Ketika mencalonkan diri, mendapatkan rekomendasi tertulis dari Cabang.
1. Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah Kongres, personalia Pengurus Besar harus sudah dibentuk dan Pengurus Besar demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.
2. Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat diplih Pejabat Ketua Umum.
3. Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:
1. Meninggal dunia
2. Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 6 (enam) bulan berturut-turut.
3. Tidak hadir dalam rapat harian dan/atau rapat presidium selama 2 (dua) bulan berturut-turut.
1. Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Kongres apabila memenuhi satu atau lebih hal-hal berikut:
1. Membuat pernyataan kepada publik atas nama PB HMI yang melanggar Anggaran Dasar pasal 6.
2. Terbukti melanggar Anggaran Dasar Pasal 15 dan Anggaran Rumah Tangga Pasal 59.
3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana diatur Anggaran Rumah Tangga pasal 22 ayat d.
1. Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan/pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum sebelum Kongres hanya dapat melalui:
1. Keputusan Rapat Pleno Pengurus Besar yang disetujui minimal 50%+1 suara utusan Rapat Pleno Pengurus Besar apabila pemberhentian Ketua Umum diusulkan melalui Keputusan Rapat Harian Pengurus Besar yang disetujui oleh 2/3 jumlah Pengurus Besar.
2. Keputusan Rapat Pleno Pengurus Besar atau Rapat Harian Pengurus Besar yang disetujui minimal 50%+1 jumlah suara utusan Rapat Pleno Pengurus Besar atau 50%+1 jumlah Pengurus Besar apabila pemberhentian Ketua Umum diusulkan oleh minimal 1/2 jumlah Cabang penuh.
1. Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan saksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar dan Cabang.
2. Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Putusan Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan gugatan pembatalan diterima.
3. Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Besar yang terdekat.
4. Bila Sekretaris Jenderal Pengurus Besar tidak dapat menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum karena mangkat, mengundurkan diri, atau berhalangan tetap hingga dua kali Rapat Harian yang terdekat dari mangkat atau mundurnya Ketua Umum maka Pejabat Sementara Ketua Umum diangkat secara otomatis dari Ketua Bidang Pembinaan Aparat Organisasi hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Besar yang terdekat.
5. Sebelum diadakan Rapat Harian Pengurus Besar untuk memilih Pejabat Ketua Umum, Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar dan mengundang Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar menjadi saksi dalam Rapat Harian Pengurus Besar.
6. Rapat Harian Pengurus Besar untuk memilih Pejabat Ketua Umum langsung dipimpin oleh Pejabat Sementara Ketua Umum. Pejabat Ketua Umum dapat dipilih melalui musyawarah atau pemungutan suara dari calon-calon yang terdiri dari Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum, dan Ketua Bidang.
7. Pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dilakukan oleh Koordinator Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar atau anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar.
8. Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia Pengurus Besar dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat PB HMI
2. Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1 (satu) semester.
3. Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja PB HMI (di luar bidang yang bersangkutan).
Pasal 22
Tugas dan Wewenang
1. Menggerakkan organisasi berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
2. Melaksanakan Ketetapan-ketetapan Kongres.
3. Menyampaikan ketetapan dan perubahan penting yang berhubungan dengan HMI kepada seluruh aparat dan anggota HMI.
4. Melaksanakan Rapat Pleno Pengurus Besar setiap semester kegiatan, selama periode berlangsung.
5. Melaksanakan Rapat Harian Pengurus Besar minimal satu minggu sekali, selama periode berlangsung.
6. Melaksanakan Rapat Presidium Pengurus Besar minimal dua minggu sekali, selama periode berlangsung.
7. Memfasilitasi sidang Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar dalam rangka menyiapkan draft materi Kongres atau sidang Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar lainnya ketika diminta.
8. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada anggota melalui Kongres
9. Mengesahkan Pengurus Badko dan Cabang.
10. Menerima laporan kerja Pengurus Badko.
11. Menaikkan dan menurunkan status Badko dan Cabang berdasarkan evaluasi perkembangan Badko dan Cabang.
12. Mengesahkan Pembentukan Cabang Persiapan berdasarkan usulan Pengurus Badko dan mengesahkan pemekaran Cabang berdasarkan usulan Musyawarah Daerah.
13. Memberikan sanksi dan merehabilitasi secara langsung terhadap anggota/pengurus.
BAGIAN V
BADAN KOORDINASI
Pasal 23
Status
1. Badko adalah badan pembantu Pengurus Besar
2. Badko HMI dibentuk untuk mengkoordinir beberapa cabang
3. Masa jabatan Pengurus Badko disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Besar
Pasal 24
Personalia Pengurus Badko
1. Formasi Pengurus Badko sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum
2. Yang dapat menjadi personalia Pengurus Badko adalah:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Dapat membaca Al Qur’an.
3. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader II.
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan Pengurus Cabang.
6. Tidak menjadi personalia Pengurus Badko untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.
1. Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formatur Pengurus Badko adalah:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Dapat membaca Al Qur’an.
3. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader II.
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan Cabang.
6. Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi pengurus.
7. Sehat secara jasmani maupun rohani
8. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.
9. Ketika mencalonkan diri mendapatkan rekomendasi tertulis dari cabang.
1. Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah Musda, personalia Pengurus Badko harus sudah dibentuk dan Pengurus Badko demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.
2. Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dipilih Pejabat Ketua Umum.
3. Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:
1. Meninggal dunia
2. Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 6 (enam) bulan berturut-turut.
3. Tidak hadir dalam rapat harian dan/atau rapat presidium selama 2 (dua) bulan berturut-turut.
1. Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Musda apabila memenuhi satu atau lebih hal-hal berikut:
1. Membuat pernyataan kepada publik atas nama Pengurus Badko yang melanggar Anggaran Dasar Pasal 6.
2. Terbukti melanggar Anggaran Dasar Pasal 15 dan Anggaran Rumah Tangga Pasal 59.
3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana diatur Anggaran Rumah Tangga pasal 25 ayat c
1. Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan Pejabat Ketua Umum sebelum Musda, hanya dapat dilakukan melalui:
1. Keputusan Rapat Pleno Pengurus Badko yang disetujui minimal 50%+1 suara peserta Rapat Pleno Pengurus Badko apabila pemberhentian Ketua Umum yang diusulkan melalui Keputusan Rapat Harian Pengurus Badko yang disetujui oleh 2/3 jumlah Pengurus Badko.
2. Rapat Pleno Pengurus Badko yang disetujui minimal 50%+1 jumlah suara utusan Rapat Pleno Pengurus Badko apabila pemberhentian Ketua Umum diusulkan oleh minimal setengah jumlah cabang penuh.
1. Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan sanksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Pengurus Besar.
2. Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus Besar selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Keputusan Pengurus Besar yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan gugatan pembatalan diterima.
3. Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum Pengurus Badko secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Badko yang terdekat.
4. Sebelum diadakan Rapat Harian Pengurus Badko, Sekretaris Umum selaku Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Cabang dan Pengurus Besar.
5. Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia Pengurus Badko dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus Badko
2. Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1 (satu) semester.
3. Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Pengurus Badko HMI (di luar bidang yang bersangkutan).
Pasal 25
Tugas dan Wewenang
1. Melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan Pengurus Besar tentang berbagai masalah organisasi di Badkonya.
2. Mewakili Pengurus Besar menyelesaikan persoalan intern Badko koordinasinya tanpa meninggalkan keharusan konsultasi dengan Pengurus Besar.
3. Melaksanakan segala yang diputuskan Musyawarah Daerah (Musda).
4. Melaksanakan Rapat Pleno setiap semester kegiatan.
5. Membantu menyiapkan draft materi Kongres.
6. Mengkoordinir dan mengawasi kegiata Cabang dalam wilayah koordinasinya.
7. Mempersiapkan pembentukan Cabang Persiapan.
8. Mewakili Pengurus Besar melantik Cabang-Cabang.
9. Meminta laporan perkembangan Cabang-Cabang dalam wilayah koordinasinya.
10. Menyampaikan laporan kerja Pengurus setiap semester kepada Pengurus Besar.
11. Menyelenggarakan Musda selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah Kongres.
12. Memberikan laporan pertanggung jawaban kepada Musda.
Pasal 26
Musyawarah Daerah
1. Musyawarah Daerah (Musda) adalah musyawarah utusan cabang-cabang yang ada dalam wilayah koordinasinya
2. Penyelenggaraan Musda dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah Kongres
3. Apabila ayat (b) tidak terpenuhi, maka Pengurus Besar segera mengambil inisiatif untuk segera menetapkan Ketua Umum Badko.
4. Kekuasaan dan wewenang Musda adalah menetapkan program kerja dan memilih calon-calon Ketua Umum/Formateur Badko maksimal 3 (tiga) orang dan diusulkan pengesahannya pada PB HMI dengan memperhatikan suara terbanyak untuk ditetapkan 1 (satu) sebagai Ketua Umum/Formateur.
5. Tata Tertib Musda disesuaikan dengan pasal 13 ART.
Pasal 27
Pembentukan Badan Koordinasi
1. Untuk pembentukan/pendirian Badan koordinasi (Badko) harus direkomendasikan di Kongres dan ditetapkan/disahkan pada kongres berikutnya.
2. Satu Badan Koordinasi (Badko) mengkoordinir minimal 3 (tiga) cabang penuh.
BAGIAN VI
CABANG
Pasal 28
Status
1. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, Cabang merupakan satu kesatuan organisasi yang dibentuk di Kota Besar atau Ibukota Propinsi/Kabupaten/Kota yang terdapat perguruan tinggi.
2. Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, Cabang merupakan satu kesatuan organisasi yang dibentuk di Ibukota Negara dan Kota Besar lainnya di Negara tersebut yang terdapat banyak mahasiswa muslim.
3. Masa jabatan Pengurus Cabang adalah satu tahun semenjak pelantikan/serah terima jabatan dari Pengurus demisioner.
Pasal 29
Personalia Pengurus Cabang
1. Formasi Pengurus Cabang sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum.
2. Yang dapat menjadi personalia Pengurus Cabang adalah:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Dapat membaca Al Qur’an.
3. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader II.
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan/atau Korkom
6. Tidak menjadi personalia Pengurus Cabang untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum
3. Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formatur Pengurus Cabang adalah:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Dapat membaca Al Qur’an.
3. Tidak sedang dijatuhi sangsi organisasi.
4. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader II.
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan Korkom atau Cabang.
6. Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi pengurus.
7. Sehat secara jasmani maupun rohani.
8. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.
9. Ketika mencalonkan diri mendapatkan rekomendasi tertulis dari Pengurus Komisariat penuh.
1. Selambat-lambatnya 15 (lima belas hari) hari setelah Konfercab/Muscab, personalia Pengurus Cabang harus sudah dibentuk dan Pengurus Cabang demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.
2. Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dipilih Pejabat Ketua Umum.
1. Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:
1. Meninggal dunia
2. Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
3. Tidak hadir dalam rapat harian dan/atau rapat presidium selama 1 (satu) bulan berturut-turut.
1. Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Konfercab/Muscab apabila memenuhi satu atau lebih hal-hal berikut:
1. Membuat pernyataan kepada publik atas nama Cabang yang melanggar Anggaran Dasar pasal 6.
2. Terbukti melanggar Anggaran Dasar pasal 15 dan Anggaran Rumah Tangga Pasal 59.
3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana diatur Anggaran Rumah Tangga pasal 30 ayat c.
1. Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan/pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum melalui:
1. Keputusan Rapat Pleno Pengurus Cabang yang disetujui minimal 50%+1 suara utusan Rapat Pleno Pengurus Cabang
2. Usulan pemberhentian Ketua Umum hanya dapat diajukan melalui Keputusan Rapat Harian Pengurus Cabang yang disetujui oleh minimal 2/3 jumlah Pengurus Cabang atau oleh minimal 1/2 jumlah Komisariat penuh.
1. Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan saksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang dan Komisariat.
2. Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus Besar selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Keputusan Pengurus Besar dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan pembatalan gugatan diterima. Dalam hal masÃh terdapat keberatan atas keputusan Pengurus Besar maka dapat diajukan gugatan ulang kepada Pengurus Besar selambat-lambatnya satu mingggu sejak keputusan Pengurus Besar ditetapkan. Keputusan Pengurus Besar yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak gugatan ulang diterima.
3. Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum Pengurus Cabang secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Cabang yang terdekat.
4. Bila Sekretaris Umum Pengurus Cabang tidak dapat menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum karena mangkat, mengundurkan diri, atau berhalangan tetap hingga dua kali Rapat Harian yang terdekat dari mangkat atau mundurnya Ketua Umum maka Pejabat Sementara Ketua Umum diangkat secara otomatis dari Ketua Bidang Pembinaan Aparat Organisasi hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Cabang yang terdekat.
5. Sebelum diadakan Rapat Harian Pengurus Cabang untuk memilih Pejabat Ketua Umum, Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang dan mengundangnya untuk menjadi saksi dalam Rapat Harian Pengurus Cabang.
6. Rapat Harian Pengurus Cabang untuk memilih Pejabat Ketua Umum langsung dipimpin oleh Pejabat Sementara Ketua Umum. Pejabat Ketua Umum dapat dipilih melalui musyawarah atau pemungutan suara dari calon yang terdiri dari Sekretaris Umum, Bendahara Umum, dan Ketua Bidang.
7. Pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dilakukan oleh Koordinator Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang atau anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang.
8. Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia Pengurus Cabang dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus Cabang
2. Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1 (satu) semester.
3. Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Cabang (di luar bidang yang bersangkutan).
Pasal 30
Tugas dan Wewenang
1. Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Konferensi/Musyawarah Anggota Cabang, serta ketentuan/kebijakan organisasi lainnya yang diberikan oleh Pengurus Besar atau Pengurus Badko.
2. Membentuk Koordinator Komisariat (Korkom) bila diperlukan dan mengesahkan kepengurusannya.
3. Mengesahkan Pengurus Komisariat dan Badan Khusus di tingkat Cabang
4. Membentuk dan mengembangkan Badan-Badan Khusus.
5. Melaksanakan Rapat Pleno sekurang-kurangnya sekali dalam 4 (empat) bulan atau 2 (dua) kali selama satu periode berlangsung.
6. Melaksanakan Rapat Harian Pengurus Cabang minimal satu minggu sekali, selama periode berlangsung.
7. Melaksanakan Rapat Presidium Pengurus Cabang minimal 1 (satu) kali dalam sebulan.
8. Menyampaikan laporan kerja kepengurusan 4 (empat) bulan sekali kepada Pengurus Besar melalui Pengurus Badko.
9. Memilih dan mengesahkan 1 (satu) orang Formatur/Ketua Umum dan 2 (dua) orang mide Formatur dari tiga calon Anggota Formatur Korkom yang dihasilkan Musyawarah Komisariat dengan memperhatikan suara terbanyak dan mengesahkan susunan Pengurus Korkom yang diusulkan Formatur/Ketua Umum Korkom.
10. Menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban Pengurus Korkom dan mendemisionerkannya.
11. Mengusulkan pembentukan dan pemekaran Cabang melalui Musyawarah Daerah.
12. Menyelenggarakan Konferensi/Musyawarah Anggota Cabang
13. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada anggota biasa melalui Konferensi/Musyawarah Anggota Cabang.
Pasal 31
Pendirian dan Pemekaran Cabang
1. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, pendirian Cabang Persiapan dapat diusulkan oleh sekurang-kurangnya 100 (seratus ) orang anggota biasa langsung kepada Pengurus Besar atau melalui Pengurus Cabang terdekat dan/atau Pengurus Badko setempat yang selanjutnya diteruskan kepada Pengurus Besar.
2. Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, pendirian Cabang Persiapan dapat diusulkan oleh sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang anggota biasa langsung kepada Pengurus Besar.
3. Usulan disampaikan secara tertulis disertai alasan dan dokumen pendukungnya.
4. Pengurus Besar dalam mengesahkan Cabang Persiapan harus meneliti keaslian dokumen pendukung, mempertimbangkan potensi anggota di daerah setempat, dan potensi-potensi lainnya di daerah setempat yang dapat mendukung kesinambungan Cabang tersebut bila dibentuk.
5. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekurang-kurangnya setelah 1 (satu) tahun disahkan menjadi Cabang Persiapan, mempunyai minimal 150 (seratus lima puluh) anggota biasa dan mampu melaksanakan minimal 2 (dua) kali Latihan Kader I dan 1 (satu) kali Latihan Kader II di bawah bimbingan dan pengawasan Pengurus Badko setempat, memiliki Badan Pengelola Latihan dan minimal 1 (satu) Lembaga Pengembangan Profesi aktif serta direkomendasikan Pengurus Badko setempat dapat disahkan menjadi Cabang penuh
6. Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekurang-kurangnya setelah 1 (satu) tahun disahkan menjadi Cabang Persiapan, mempunyai minimal 75 (tujuh puluh lima) anggota biasa dan mampu melaksanakan minimal 1 (satu) kali Latihan Kader I dan 1 (satu) kali Latihan Kader II di bawah bimbingan dan pengawasan Pengurus Besar, dan memiliki Badan Pengelola Latihan dapat disahkan menjadi Cabang Penuh.
7. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1 (satu) Cabang penuh dapat dimekarkan menjadi 2 (dua) atau lebih Cabang penuh apabila masing-masing Cabang yang dimekarkan tersebut memiliki minimal 150 (seratus lima puluh) anggota biasa, memiliki Badan Pengelola Latihan dan minimal 1 (satu) Lembaga Pengembangan Profesi aktif, direkomendasikan dalam Konferensi Cabang asal dan disetujui dalam Musyawarah Badko setempat, serta tidak dalam satu Badko administratif Kabupaten/Kota.
8. Untuk pemekaran Cabang penuh yang berkedudukan di Kota Besar, 2 (dua) atau lebih Cabang penuh yang telah dimekarkan dapat berada dalam 1 (satu) wilayah administratif Kota bila memiliki potensi keanggotaan, potensi pembiayaan, dan potensi-potensi penunjang kesinambungan Cabang lainnya yang tinggi.
9. Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1 (satu) Cabang dapat dimekarkan menjadi 2 (dua) atau lebih Cabang penuh apabila masing-masing Cabang yang dimekarkan tersebut memiliki minimal 75 (tujuh puluh lima) anggota biasa, memiliki Badan Pengelola Latihan dan direkomendasikan Konferensi Cabang asal.
10. Dalam mengesahkan pemekaran Cabang penuh, Pengurus Besar harus mempertimbangkan tingkat dinamika Cabang penuh hasil pemekaran, daya dukung daerah tempat kedudukan Cabang-Cabang hasil pemekaran, potensi keanggotaan, potensi pembiayaan untuk menunjang aktifitas Cabang hasil pemekaran, dan potensi-potensi lainnya yang menunjang kesinambungan Cabang.
Pasal 32
Penurunan Status dan Pembubaran Cabang
1. Cabang penuh dapat diturunkan statusnya menjadi Cabang Persiapan apabila memenuhi salah satu atau seluruh hal berikut:
1. Memiliki anggota biasa kurang dari 150 orang (dalam NKRI) dan 75 orang (di luar NKRI).
2. Tidak lagi memiliki salah satu atau keduanya dari Badan Pengelola Latihan dan 1 (satu) Lembaga Pengembangan Profesi.
3. Dalam satu periode kepengurusan tidak melaksanakan Konferensi Cabang selambat-lambatnya selama 18 (delapan belas) bulan.
4. Tidak melaksanakan Latihan Kader II sebanyak 2 (dua) kali dalam 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau tidak melaksanakan 4 (empat) kali Latihan Kader I dalam 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.
5. Tidak melaksanakan Rapat Pleno minimal 4 (empat) kali selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau Rapat Harian dan Rapat Presidium minimal 20 kali selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.
1. Apabila Cabang Persiapan dan Cabang Penuh yang diturunkan menjadi Cabang Persiapan dalam waktu 2 (dua) tahun tidak dapat meningkatkan statusnya menjadi Cabang Penuh maka Cabang tersebut dinyatakan bubar melalui Keputusan Pengurus Besar.
BAB VII
KOORDINATOR KOMISARIAT
Pasal 33
Status
1. Koordinator Komisariat adalah instansi pembantu pengurus cabang.
2. Pada perguruan tinggi yang dianggap perlu, Pengurus Cabang dapat membentuk Korkom untuk mengkoordinir beberapa Komisariat.
3. Masa jabatan Pengurus Korkom disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Cabang.
Pasal 34
Personalia Pengurus Korkom
1. Formasi pengurus korkom sekurang-kurangnya terdiri dari ketua umum, sekretaris umum dan bendahara umum.
2. Yang dapat menjadi personalia Pengurus Korkom adalah:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT
2. Dapat membaca Al Qur’an
3. Tidak sedang dijatuhi sangsi organisasi.
4. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader I minimal 1 (satu) tahun.
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat
6. Tidak menjadi personalia Pengurus Korkom untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum
1. Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formatur Pengurus Korkom adalah:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT
2. Dapat membaca Al Qur’an
3. Tidak sedang dijatuhi sangsi organisasi.
4. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader II.
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat.
6. Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi pengurus.
7. Sehat secara jasmani maupun rohani
8. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah
9. Ketika mencalonkan diri mendapatkan rekomendasi tertulis dari Pengurus Komisariat penuh
2. Selambat-lambatnya 15 (lima belas hari) hari setelah Musyawarah Komisariat, personalia Pengurus Korkom harus sudah dibentuk dan Pengurus demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.
3. Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dipilih Pejabat Ketua Umum.
4. Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:
1. Meninggal dunia
2. Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 2 (dua) bulan berturut-turut.
3. Tidak hadir dalam rapat harian dan/atau rapat presidium selama 1 (satu) bulan berturut-turut.
5. Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Musyawarah Koordinator Komisariat apabila memenuhi satu atau lebih hal-hal berikut:
1. Membuat pernyataan kepada publik atas nama Pengurus Korkom yang melanggar Anggaran Dasar pasal 6.
2. Terbukti melanggar Anggaran Dasar pasal 15 dan Anggaran Rumah Tangga Pasal 59.
3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana diatur Anggaran Rumah Tangga pasal 35 ayat c
6. Pemberhentian Ketua Umum Korkom dan pengangkatan Pejabat Ketua Umum Korkom hanya dapat dilakukan melalui:
1. Keputusan Rapat Harian Pengurus Cabang yang disetujui minimal 50%+1 suara peserta Rapat Harian Pengurus Cabang.
2. Rapat Harian Pengurus Cabang hanya membahas usulan pemberhentian Ketua Umum Cabang yang diusulkan oleh minimal 1/2 jumlah Komisariat di Badko Korkom tersebut atau 1/2 jumlah Pengurus Cabang atau 2/3 jumlah Pengurus Korkom
1. Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan saksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang dan Komisariat.
2. Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus Cabang selambat-lambatnya satu minggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Keputusan Pengurus Cabang dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan pembatalan gugatan diterima. Dalam hal masÃh terdapat keberatan atas keputusan Pengurus Cabang maka dapat diajukan gugatan ulang kepada Pengurus Cabang selambat-lambatnya satu minggu sejak keputusan Pengurus Cabang ditetapkan. Keputusan Pengurus Cabang yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak gugatan ulang diterima.
3. Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum Korkom secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Cabang yang terdekat.
4. Sebelum diadakan Rapat Harian Pengurus Cabang, Sekretaris Umum Korkom selaku Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Komisariat dan Pengurus Cabang.
5. Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia Pengurus Korkom dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus Korkom
2. Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 3 (tiga) bulan. Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Korkom (di luar bidang yang bersangkutan).
3. Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Korkom (di luar bidang yang bersangkutan).
Pasal 35
Tugas dan Wewenang
1. Melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan Pengurus Cabang tentang berbagai masalah organisasi di Badkonya
2. Mewakili Pengurus Cabang menyelesaikan persoalan intern Badko koordinasinya dan berkonsultasi, berkoordinasi dengan Pengurus Cabang
3. Melaksanakan Ketetapan-ketetapan Musyawarah Komisariat
4. Menyampaikan laporan kerja di Rapat Pleno Pengurus Cabang dan di waktu lain ketika diminta Pengurus Cabang
5. Melaksanakan Rapat Pengurus Korkom minimal satu minggu satu kali, selama periode berlangsung
6. Membantu menyiapkan draft materi Konferensi Cabang
7. Mengkoordinir dan mengawasi kegiatan Komisariat dalam wilayah koordinasinya.
8. Meminta laporan Komisariat dalam wilayah koordinasinya
9. Menyelenggarakan Musyawarah Komisariat selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah Konferensi Cabang
10. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Pengurus Cabang melalui Rapat Harian Pengurus Cabang selambat-lambatnya 1 (satu) minggu sebelum Musyawarah Komisariat dan menyampaikan laporan kerja selama periode kepengurusan di Musyawarah Komisariat.
11. Mengusulkan penaikan dan penurunkan status Komisariat di wilayah koordinasinya berdasarkan evaluasi perkembangan Komisariat.
12. Mengusulkan kepada Pengurus Cabang pembentukan Komisariat Persiapan
Pasal 36
Musyawarah Komisariat
1. Musyawarah komisariat (Muskom) adalah musyawarah perwakilan komisariat-komisariat yang ada dalam wilayah koordinasi Korkom.
2. Muskom dilaksanakan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah Konferensi Cabang
3. Penyelenggaraan musyawarah Komisariat dilaksanakan selambat-lambatnya dua bulan setelah konferensi cabang.
4. Kekuasaan dan wewenang Muskom adalah menetapkan Pedoman Kerja Pengurus Korkom, program kerja, mengusulkan pemekaran Komisariat serta Rekomendasi Internal dan Eksternal Korkom dan memilih calon-calon Anggota Formateur Korkom sebanyak 3 (tiga) orang dan diusulkan kepada Pengurus Cabang untuk dipilih dan disahkan 1 (satu) sebagai Formateur dan 2 (dua) sebagai mide Formateur.
5. Tata tertib Muskom disesuaikan dengan pasal 16 Anggaran Rumah Tangga.
BAGIAN VIII
KOMISARIAT
Pasal 37
Status
1. Komisariat merupakan satu kesatuan organisasi di bawah Cabang yang dibentuk di satu perguruan tinggi atau satu/beberapa fakultas dalam satu perguruan tinggi.
2. Masa jabatan Pengurus Komisariat adalah satu tahun semenjak pelantikan/serah terima jabatan Pengurus demisioner.
3. Setelah satu tahun berdirinya dengan bimbingan dan pengawasan Korkom/Cabang yang bersangkutan serta syarat-syarat berdirinya Komisariat penuh telah terpenuhi, maka dapat mengajukan permohonan kepada Pengurus Cabang untuk disahkan menjadi Komisariat penuh dengan rekomendasi Korkom.
4. Dalam hal tidak terdapat Korkom pengajuan Komisariat penuh langsung kepada Pengurus Cabang.
Pasal 38
Personalia Pengurus Komisariat
1. Formasi pengurus komisariat sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum.
2. Yang dapat menjadi personalia Pengurus Komisariat adalah:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Dapat membaca Al Qur’an.
3. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader I minimal 1 (satu) tahun setelah lulus.
5. Tidak menjadi personalia Pengurus Komisariat untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum
3. Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formatur Pengurus Komisariat adalah:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Dapat membaca Al Qur’an.
3. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader I minimal 1 (satu) tahun.
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat.
6. Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi pengurus.
7. Sehat secara jasmani maupun rohani
8. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.
1. Selambat-lambatnya 15 (lima belas hari) hari setelah Rapat Anggota Komisariat, personalia Pengurus Komisariat harus sudah dibentuk dan Pengurus demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.
2. Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dipilih Pejabat Ketua Umum.
3. Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:
1. Meninggal dunia
2. Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 2 (dua) bulan berturut-turut.
3. Tidak hadir dalam rapat harian dan/atau rapat presidium selama 1 (satu) bulan berturut-turut.
4. Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Rapat Anggota Komisariat apabila memenuhi satu atau lebih hal-hal berikut:
1. Membuat pernyataan kepada publik atas nama Pengurus Komisariat yang melanggar Anggaran Dasar pasal 6.
2. Terbukti melanggar Anggaran Dasar pasal 15 dan Anggaran Rumah Tangga Pasal 59
3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana diatur Anggaran Rumah Tangga pasal 39 ayat c
5. Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan/pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum hanya dapat dilakukan melalui:
1. Keputusan Rapat Pleno Pengurus Komisariat yang disetujui minimal 50%+1 suara utusan Rapat Pleno Pengurus Komisariat
2. Usulan pemberhentian Ketua Umum dapat diajukan melalui Keputusan Rapat Harian Pengurus Komisariat yang disetujui oleh minimal 2/3 jumlah Pengurus Komisariat
1. Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan saksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar dan Cabang.
1. Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus Cabang selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Putusan Pengurus Cabang yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan gugatan pembatalan diterima.
2. Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum Pengurus Komisariat secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Pleno Pengurus Komisariat yang terdekat.
3. Bila Sekretaris Umum Pengurus Komisariat tidak dapat menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum karena mangkat, mengundurkan diri, atau berhalangan tetap hingga dua kali Rapat Pleno yang terdekat dari mangkat atau mundurnya Ketua Umum maka Pejabat Sementara Ketua Umum diangkat secara otomatis dari Ketua Bidang Pembinaan Aparat Organisasi hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Komisariat yang terdekat.
4. Sebelum diadakan Rapat Pleno Pengurus Komisariat untuk memilih Pejabat Ketua Umum, Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat dan mengundang Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat menjadi saksi dalam Rapat Pleno Pengurus Komisariat.
5. Rapat Pleno Pengurus Komisariat untuk memilih Pejabat Ketua Umum langsung dipimpin oleh Pejabat Sementara Ketua Umum. Pejabat Ketua Umum dapat dipilih melalui musyawarah atau pemungutan suara dari calon yang terdiri dari Sekretaris Umum, Bendahara Umum, dan Ketua Bidang.
6. Pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dilakukan oleh Koordinator Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat atau anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat.
7. Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia Pengurus Komisariat dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus Komisariat
2. Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam waktu 3 (tiga) bulan.
3. Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Komisariat (di luar bidang yang bersangkutan).
Pasal 39
Tugas dan Wewenang
1. Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Rapat Anggota Komisariat, serta ketentuan/kebijakan organisasi lainnya yang diberikan oleh Pengurus Cabang.
2. Membentuk dan mengembangkan Badan-Badan Khusus.
3. Melaksanakan Rapat Pleno Pengurus Komisariat minimal satu bulan satu kali, selama periode berlangsung.
4. Melaksanakan Rapat Presidium Pengurus Komisariat minimal 1 (satu) kali dalam seminggu
5. Menyampaikan laporan kerja kepengurusan 3 (empat) bulan sekali kepada Pengurus Cabang.
6. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada anggota biasa melalui Rapat Anggota Komisariat.
Pasal 40
Pendirian dan Pemekaran Komisariat
1. Pendirian Komisariat Persiapan dapat diusulkan oleh sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) anggota biasa dari satu perguruan tinggi atau satu/beberapa fakultas dari satu perguruan tinggi langsung kepada Pengurus Cabang atau melalui Pengurus Korkom yang selanjutnya dibicarakan dalam Rapat Pleno Pengurus Cabang
2. Usulan disampaikan secara tertulis disertai alasan dan dokumen pendukungnya.
3. Pengurus Cabang dalam mengesahkan Komisariat Persiapan harus meneliti keaslian dokumen pendukung, mempertimbangkan potensi anggota di perguruan tinggi/fakultas setempat, dan potensi-potensi lainnya yang dapat mendukung kesinambungan komisariat tersebut bila dibentuk.
4. Sekurang-kurangnya setelah 1 (satu) tahun disahkan menjadi Komisariat Persiapan, mempunyai minimal 50 (lima puluh) anggota biasa dan mampu melaksanakan minimal 1 (satu) kali Latihan Kader I dan 2 (dua) kali Maperca di bawah bimbingan dan pengawasan Cabang/Korkom setempat, serta direkomendasikan Korkom setempat dapat disahkan menjadi Komisariat penuh di Rapat Pleno Pengurus Cabang.
5. Pemekaran Komisariat penuh dapat dimekarkan menjadi 2 (dua) atau lebih Komisariat penuh apabila masing-masing Komisariat yang dimekarkan tersebut memiliki minimal 50 (lima puluh) anggota biasa.
6. Dalam mengesahkan pemekaran Komisariat penuh, Pengurus Komisariat harus mempertimbangkan potensi dinamika Komisariat penuh hasil pemekaran, daya dukung Fakultas/Perguruan tinggi tempat kedudukan Komisariat-Komisariat hasil pemekaran, potensi keanggotaan, potensi pembiayaan untuk menunjang aktifitas Komisariat hasil pemekaran, dan potensi-potensi lainnya yang menunjang kesinambungan Komisariat.
Pasal 41
Penurunan Status dan Pembubaran Komisariat
1. Komisariat penuh dapat diturunkan statusnya menjadi Komisariat Persiapan apabila memenuhi salah satu atau seluruh hal berikut:
1. Memiliki anggota biasa kurang dari 50 orang.
2. Dalam satu periode kepengurusan tidak melaksanakan Rapat Anggota Komisariat selambat-lambatnya selama 18 (delapan belas) bulan.
3. Tidak melaksanakan Latihan Kader I sebanyak 2 (dua) kali dalam 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau tidak melaksanakan 3 (tiga) kali Maperca dalam 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.
4. Tidak melaksanakan Rapat Pleno minimal 10 (sepuluh) kali selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau Rapat Presidium minimal 30 kali selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.
1. Apabila Komisariat Persiapan dan Komisariat Penuh yang diturunkan menjadi Komisariat Persiapan dalam waktu 2 (dua) tahun tidak dapat meningkatkan statusnya menjadi Komisariat Penuh maka Komisariat tersebut dinyatakan bubar melalui Keputusan Pengurus Cabang.
C. MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI
BAGIAN IX
MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI PENGURUS BESAR
Pasal 42
Status, Fungsi, Keanggotaan, dan Masa Jabatan
1. Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar adalah Majelis Pengawas dan Konsultasi HMI ditingkat Pengurus Besar.
2. Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar berfungsi melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus Besar dalam melaksanakan AD/ART dan aturan dibawahnya dan memberikan penilaian konstitusional yang bersifat final dan mengikat atas perkara konstitusional di tingkat Pengurus Besar.
3. Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar berjumlah 15 (lima belas) orang.
4. Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar adalah anggota/alumni HMI yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT
2. Dapat membaca Al Qur’an,
3. Tidak pernah dijatuhi sangsi organisasi karena melanggar AD/ART
4. Dinyatakan telah lulus mengikuti Latihan Kader III
5. Pernah menjadi Presidium Pengurus Besar atau Presidium Pengurus Badan Khusus di tingkat Pengurus Besar.
6. Sehat secara jasmani maupun rohani
7. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis.
8. Ketika mencalonkan mendapatkan rekomendasi tertulis dari 5 Cabang penuh.
9. Tidak menjadi anggota MPK PB untuk yang ketiga kalinya.
1. Masa Jabatan Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar adalah 2 (dua) tahun dimulai sejak terbentuknya di Kongres dan berakhir pada Kongres periode berikutnya.
Pasal 43
Tugas dan Wewenang MPK PB
1. Menjaga tegaknya AD/ART HMI di tingkat Pengurus Besar
2. Mengawasi pelaksanaan AD/ART dan ketetapan-ketetapan Kongres oleh Pengurus Besar
3. Memberikan masukan dan saran kepada Pengurus Besar dalam melaksanakan AD/ART dan ketetapan-ketetapan Kongres baik diminta maupun tidak diminta.
4. Menyampaikan hasil pengawasannya kepada Sidang Pleno Pengurus Besar.
5. Menyiapkan draft materi Kongres
6. Memberikan putusan yang bersifat final dan mengikat atas perkara konstitusional yang diajukan oleh anggota biasa dan struktur organisasi lainnya.
7.
Pasal 44
Struktur, Tata Kerja dan Persidangan MPK PB
1. Struktur MPK PB terdiri dari 1 (satu) orang Koordinator dan Komisi-Komisi.
2. Koordinator dipilih dari dan oleh anggota MPK PB
3. Komisi-Komisi ditetapkan berdasarkan pembagian bidang Pengurus Besar dan dipimpin oleh seorang Ketua Komisi yang dipilih dari dan oleh anggota Komisi tersebut.
4. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, MPK PB difasilitasi oleh Pengurus Besar
5. MPK PB bersidang sedikitnya 4 (empat) kali dalam 1 (satu) periode.
6. Sidang MKP PB dianggap sah bila dihadiri oleh minimal 2/3 anggota MPK PB dan dipimpin oleh Koordinator MPK PB.
7. Putusan MPK PB diambil secara musyawarah mufakat dan bila tidak dapat dipenuhi dapat diambil melalui suara terbanyak (50%+1).
BAGIAN X
MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI PENGURUS CABANG
Pasal 45
Satus, Fungsi, Keanggotaan, dan Masa Jabatan
1. Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang adalah Majelis Pengawas dan Konsultasi HMI ditingkat Pengurus Cabang.
2. Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang berfungsi melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus Cabang dalam melaksanakan AD/ART dan aturan penjabarannya, Keputusan Pengurus Besar dan Pengurus Badko, dan hasil-hasil Konfercab/Muscab.
3. Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang berjumlah 7 (tujuh) orang.
4. Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang adalah anggota/alumni HMI yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT
2. Dapat membaca Al Qur’an
3. Tidak pernah dijatuhi sangsi organisasi karena melanggar AD/ART
4. Dinyatakan telah lulus mengikuti Latihan Kader II
5. Pernah menjadi Presidium Pengurus Cabang atau Presidium Pengurus Badan Khusus di tingkat Pengurus Cabang atau Ketua Umum Korkom.
6. Sehat secara jasmani maupun rohani
7. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.
8. Ketika mencalonkan mendapatkan rekomendasi tertulis dari Korkom/Komisariat.
9. Tidak menjadi anggota MPK PC untuk yang ketiga kalinya.
1. Masa Jabatan Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang adalah 1 (satu) tahun dimulai sejak terbentuknya di Konferensi Cabang dan berakhir pada Konferensi Cabang berikutnya.
Pasal 46
Tugas dan Wewenang MPKPC
1. Menjaga tegaknya AD/ART HMI disemua tingkatan struktur Cabang hingga Komisariat.
2. Mengawasi pelaksanaan AD/ART dan penjabarannya, keputusan Pengurus Besar dan Pengurus Badko, serta ketetapan-ketetapan Konferensi Cabang oleh Pengurus Cabang dan badan khusus di tingkat Cabang
3. Memberikan saran dan masukan atas pelaksanaan keputusan Pengurus Besar dan Pengurus Badko, dan ketetapan-ketetapan Konferensi Cabang oleh Pengurus Cabang dan badan khusus di tingkat Cabang ketika diminta maupun tidak diminta.
4. Menyampaikan hasil pengawasannya kepada Sidang Pleno Pengurus Cabang
5. Menyiapkan draft materi Konferensi Cabang.
Pasal 47
Struktur, Tata Kerja dan Persidangan MPKPC
1. Struktur MPKPC terdiri dari 1 (satu) orang Koordinator dan Komisi-Komisi.
2. Koordinator dipilih dari dan oleh anggota MPKPC
3. Komisi-Komisi ditetapkan berdasarkan pembagian bidang Pengurus Cabang dan dipimpin oleh seorang Ketua Komisi yang dipilih dari dan oleh anggota Komisi tersebut.
4. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, MPKPC difasilitasi oleh Pengurus Cabang
5. MPKPC bersidang sedikitnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode.
6. Sidang MPKPC dianggap sah bila dihadiri oleh minimal 2/3 anggota MPKPC dan dipimpin oleh Koordinator MPKPC.
7. Putusan MPKPC diambil secara musyawarah mufakat dan bila tidak dapat dipenuhi dapat diambil melalui suara terbanyak ( 50%+1).
BAGIAN XI
MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI PENGURUS KOMISARIAT
Pasal 48
Satus, Fungsi, Keanggotaan, dan Masa Jabatan
1. Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat adalah Majelis Pengawas dan Konsultasi HMI ditingkat Pengurus Komisariat.
2. Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat berfungsi melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus Komisariat dalam melaksanakan AD/ART dan aturan penjabarannya, keputusan Pengurus Cabang dan Korkom, dan ketetapan Rapat Anggota Komisariat.
3. Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat berjumlah 5 (lima) orang.
4. Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat adalah anggota/alumni HMI yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT
2. Dapat membaca Al Qur’an
3. Tidak pernah dijatuhi sanksi organisasi karena melanggar AD/ART
4. Dinyatakan telah lulus mengikuti Latihan Kader II
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan Pengurus Badan Khusus di tingkat Komisariat minimal sebagai Presidium
6. Sehat secara jasmani maupun rohani
7. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.
8. Tidak menjadi anggota MPK PK untuk yang ketiga kalinya.
1. Masa Jabatan Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat adalah 1 (satu) tahun dimulai sejak terbentuknya di RAK dan berakhir pada RAK periode berikutnya.
Pasal 49
Tugas dan Wewenang MPK PK
1. Menjaga tegaknya AD/ART HMI ditingkat Komisariat.
2. Mengawasi pelaksanaan AD/ART dan penjabarannya, keputusan Pengurus Cabang dan Korkom serta ketetapan-ketetapan Rapat Anggota Komisariat oleh Pengurus Komisariat dan badan khusus di tingkat Komisariat.
3. Memberikan saran dan masukan atas pelaksanaan keputusan Pengurus Cabang dan Korkom, dan ketetapan-ketetapan Rapat Anggota Komisariat oleh Pengurus Komisariat dan badan khusus di tingkat Komisariat ketika diminta maupun tidak diminta.
4. Menyampaikan hasil pengawasannya kepada Sidang Pleno Pengurus Komisariat
5. Menyiapkan draft materi Rapat Anggota Komisariat.
Pasal 50
Struktur, Tata Kerja dan Persidangan MPKPK
1. Struktur MPPK terdiri dari 1 (satu) orang Koordinator dan Komisi-Komisi.
2. Koordinator dipilih dari dan oleh anggota MPKPK
3. Komisi-Komisi ditetapkan berdasarkan pembagian bidang Pengurus Komisariat dan dipimpin oleh seorang Ketua Komisi yang dipilih dari dan oleh anggota Komisi tersebut.
4. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, MPKPK difasilitasi oleh Pengurus Komisariat
5. MPKPK bersidang sedikitnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode.
6. Sidang MPKPK dianggap sah bila dihadiri oleh minimal 2/3 anggota MPKPK dan dipimpin oleh Koordinator MPKPK.
7. Putusan MPKPK diambil secara musyawarah mufakat dan bila tidak dapat dipenuhi dapat diambil melalui suara terbanyak (50%+1).
D. BADAN-BADAN KHUSUS
Pasal 51
Status, Sifat , dan Fungsi Badan Khusus
1. Badan Khusus adalah lembaga yang dibentuk/disahkan oleh struktur pimpinan sebagai wahana beraktifitas di bidang tertentu secara profesional di bawah koordinasi bidang dalam struktur pimpinan setingkat.
2. Badan Khusus bersifat semi otonom terhadap struktur pimpinan.
3. Badan Khusus dapat memiliki pedoman sendiri yang tidak bertentangan dengan AD/ART dan ketetapan Kongres lainnya.
4. Badan Khusus berfungsi sebagai penyalur minat dan bakat anggota dan wahana pengembangan bidang tertentu yang dinilai strategis.
Pasal 52
Jenis Badan Khusus
1. Badan Khusus terdiri dari korps HMI-wati (Kohati), Badan Pengelola Latihan, Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) dan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang).
2. Badan Khusus lainnya dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan organisasi.
3. Badan Khusus dapat dibentuk di semua tingkatan struktur HMI.
4. Di tingkat Pengurus Besar dibentuk Kohati PB HMI, Badan Pengelola Latihan (BPL), Bakornas Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) dan Balitbang PB HMI.
Pasal 53
Korps HMI-wati
1. Korps HMI-Wati yang disingkat Kohati adalah badan khusus HMI yang berfungsi sebagai wadah membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi HMI-wati dalam wacana dan dinamika gerakan keperempuanan.
2. Ditingkat internal HMI, Kohati berfungsi sebagai bidang keperempuanan. Ditingkat ekternal HMI, berfungsi sebagai organisasi keperempuanan
3. Kohati terdiri dari Kohati Pengurus Besar HMI, Kohati Pengurus Badko, Kohati Cabang, Kohati Korkom dan Kohati Komisariat.
4. Kohati bertugas:
1. Melakukan pembinaan, pengembangan, dan peningkatan potensi kader HMI dalam wacana dan dinamika keperempuanan.
2. Melakukan advokasi terhadap isu-isu keperempuanan.
5. Kohati memiliki hak dan wewenang untuk:
1. Memiliki Pedoman Dasar Kohati.
2. Kohati berhak untuk mendapatkan berbagai informasi dari semua tingkat struktur kepemimpinan HMI untuk memudahkan Kohati menunaikan tugasnya.
3. Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar, khususnya dalam gerakan keperempuanan yang tidak bertentangan dengan AD/ART dan pedoman organisasi lainnya.
6. Personalia Kohati :
1. Formasi pengurus Kohati sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
2. Struktur pengurus Kohati berbentuk garis fungsional.
3. Pengurus Kohati disahkan oleh struktur kepemimpinan HMI setingkat.
4. Masa kepengurusan Kohati disesuaikan dengan masa kepengurusan struktur kepemimpinan HMI.
5. Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus Kohati PB HMI adalah HMI-wati yang pernah menjadi pengurus Kohati Cabang/Badko/Kohati PB HMI, berprestasi, telah mengikuti LKK dan LKIII. Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus Kohati Badko adalah HMI-wati yang pernah menjadi Pengurus Kohati Cabang, berprestasi, yang telah mengikuti LKK dan LK III atau training tingkat nasional lainnya. Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus Kohati Cabang adalah HMI-wati yang pernah menjadi pengurus Kohati Komisariat/Bidang Pemberdayaan Perempuan/Korkom, berprestasi dan telah mengikuti LKK dan LK II. Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus Kohati Korkom adalah HMI-wati yang pernah menjadi Pengurus Kohati Komisariat/Bidang Pemberdayaan Perempuan, berprestasi dan telah mengikuti LKK dan LK II. Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus Kohati Komisariat adalah HMI-wati berprestasi yang telah mengikuti LK-I dan LKK.
7. Musyawarah Kohati:
1. Musyawarah Kohati merupakan instansi pengambilan keputusan tertinggi pada Kohati.
2. Musyawarah Kohati merupakan forum laporan pertanggung jawaban dan perumusan program kerja Kohati.
3. Tata tertib Musyawarah Kohati diatur tersendiri dalam Pedoman Kohati.
Pasal 54
Lembaga Pengembangan Profesi
1. Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) adalah lembaga perkaderan untuk pengembangan profesi di lingkungan HMI.
2. Lembaga Pengembangan Profesi terdiri dari:
1. Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI)
2. Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI)
3. Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam (LTMI)
4. Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI)
5. Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI)
6. Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam (LAPENMI)
7. Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSMI)
8. Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa
Islam (LKBHMI)
1. Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam (LPMI)
2. Lembaga Pengembangan Profesi bertugas :
o
1. Melaksanakan perkaderan dan program kerja sesuai dengan bidang profesi masing-masing LPP.
2. Memberikan laporan secara berkala kepada struktur HMI setingkat.
3. Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) memiliki hak dan wewenang untuk:
o
1. Memiliki pedoman dasar dan pedoman rumah tangga.
2. Masing-masing Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat Pengurus Besar berwenang untuk melakukan akreditasi Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat cabang.
3. Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar yang tidak bertentangan dengan AD/ART dan pedoman organisasi lainnya.
4. Dapat melakukan penyikapan terhadap fenomena eksternal sesuai dengan bidang profesi masing-masing Lembaga Pengembangan Profesi (LPP).
4. Personalia Lembaga Pengembangan Profesi (LPP)
o
1. Formasi pengurus Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) sekurang-kurangnya terdiri dari Direktur, Direktur Administrasi dan Keuangan, dan Direktur Pendidikan dan Pelatihan.
2. Pengurus Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) disahkan oleh struktur kepemimpinan HMI setingkat.
3. Masa kepengurusan Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) disesuaikan dengan masa kepengurusan HMI yang setingkat.
4. Pengurus Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) adalah anggota biasa yang telah mengikuti pendidikan dan latihan (Diklat) di masing-masing lembaga profesi.
5. Musyawarah Lembaga:
o
1. Musyawarah Lembaga merupakan instansi pengambilan keputusan tertinggi di Lembaga Pengembangan Profesi (LPP), baik di tingkat Pengurus Besar HMI maupun di tingkat HMI Badko/Cabang.
2. Peserta Musyawarah Lembaga adalah pengurus pada Lembaga Pengembangan Profesi.
3. Di tingkat Pengurus Besar, Musyawarah Lembaga di hadiri oleh Pengurus Lembaga Pengembangan Profesi Pengurus Besar HMI dan di tingkat Badko/Cabang dihadiri oleh pengurus Lembaga Pengembangan Profesi HMI di tingkat Badko/Cabang.
4. Musyawarah Lembaga menetapkan program kerja dan menyeleksi calon Direktur sebagai formatur yang akan diajukan kepada struktur kepemimpinan HMI setingkat.
5. Tata tertib Musyawarah Lembaga diatur tersendiri dalam Pedoman Lembaga Pengembangan Profesi (LPP).
1. Rapat Koordinasi Nasional
o
1. Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dilaksanakan oleh Lembaga Pengembangan Profesi di tingkat Pengurus Besar dan diadakan sekali dalam satu masa periode kepengurusan.
2. Rapat Koordinasi Nasional dihadiri oleh Lembaga Pengembangan Profesi di Tingkat Pengurus Besar HMI dan Lembaga Pengembangan Profesi di tingkat Badko/Cabang.
3. Rapat Koordinasi Nasional berfungsi untuk menyelaraskan program-program kerja di lingkungan lembaga-lembaga pengembangan profesi.
2. Pembentukan Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) :
o
1. Pembentukan Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di Tingkat Pengurus Besar dapat dilakukan sekurang-kurangnya telah memiliki 10 Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat Badko/Cabang.
2. Pembentukan Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat cabang dapat dilakukan oleh sekurang-kurangnya 10 orang anggota biasa berdasarkan profesi keilmuan atau minat dan bakat.
Pasal 55
Badan Pengelola Latihan
1. Badan Pengelola Latihan (BPL) adalah lembaga yang mengelola aktivitas pelatihan di lingkungan HMI.
2. Badan Pengelola Latihan terdiri dari Badan Pengelola Latihan yang terdapat di tingkat Pengurus Besar dan yang terdapat di tingkat Badko/Cabang.
3. Badan Pengelola Latihan bertugas :
1. Melaksanakan dan mengelola aktivitas pelatihan di lingkungan HMI.
2. Memberikan laporan secara berkala kepada struktur kepemimpinan HMI setingkat.
4. Badan Pengelola Latihan (BPL) memiliki hak dan wewenang untuk:
1. Memiliki pedoman dasar dan pedoman rumah tangga.
2. Badan Pengelola Latihan (BPL) berwenang untuk melakukan akreditasi Badan Pengelola Latihan (BPL) di tingkat Badko/Cabang.
3. Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar, khususnya yang di bidang perkaderan yang tidak bertentangan dengan AD/ART dan pedoman organisasi lainnya.
5. Personalia Badan Pengelola Latihan (BPL)
1. Formasi pengurus Badan Pengelola Latihan (BPL) sekurang-kurangnya terdiri dari Kepala, Sekretaris dan Bendahara.
2. Pengurus Badan Pengelola Latihan (BPL) disahkan oleh struktur kepemimpinan HMI setingkat.
3. Masa kepengurusan Badan Pengelola Latihan (BPL) disesuaikan dengan masa kepengurusan HMI setingkat.
4. Pengurus Badan Pengelola Latihan (BPL) di tingkat Pengurus Besar dan Badko adalah anggota biasa yang telah lulus LK III dan Senior Course dan di tingkat Cabang telah lulus LK II dan Senior Course.
6. Musyawarah Lembaga :
1. Musyawarah Lembaga merupakan instansi pengambilan keputusan tertinggi di Badan Pengelola Latihan (BPL).
2. Musyawarah Lembaga menetapkan program kerja dan calon Kepala BPL sebagai formatur yang kemudian diajukan kepada pengurus struktur kepemimpinan HMI setingkat.
3. Tata tertib Musyawarah Lembaga diatur tersendiri dalam Pedoman Badan Pengelola Latihan (BPL).
Pasal 56
Badan Penelitian dan Pengembangan
1. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) adalah lembaga yang mengelola aktivitas penelitian dan Pengembangan di lingkungan HMI.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) hanya terdapat di tingkat Pengurus Besar.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) bertugas
1. Melaksanakan dan mengelola aktivitas penelitian dan Pengembangan di lingkungan HMI.
2. Memberikan laporan secara berkala kepada Pengurus Besar HMI.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) memiliki hak dan wewenang untuk:
1. Memiliki pedoman dasar dan pedoman rumah tangga.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) berhak untuk mendapatkan berbagai informasi dari semua tingkatan HMI untuk keperluan penelitian dan pengembangan di lingkungan HMI.
3. Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar, khususnya yang di bidang penelitian dan pengembangan yang tidak bertentangan dengan AD/ART dan pedoman organisasi lainnya.
5. Personalia Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang).
1. Formasi pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) sekurang-kurangnya terdiri dari Kepala, Sekretaris dan Bendahara.
2. Pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) disahkan oleh Pengurus Besar HMI.
3. Masa kepengurusan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) disesuaikan dengan masa kepengurusan Pengurus Besar HMI.
4. Pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) adalah anggota biasa dan telah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) HMI.
6. Musyawarah Lembaga :
1. Musyawarah Lembaga merupakan instansi pengambilan keputusan tertinggi pada Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang).
2. Musyawarah Lembaga menetapkan program kerja dan calon Kepala Balitbang sebagai formateur yang diajukan kepada Pengurus Besar HMI.
3. Tata tertib Musyawarah Lembaga diatur tersendiri dalam Pedoman Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) HMI.
BAB III
ALUMNI HMI
Pasal 57
Alumni
1. Alumni HMI adalah anggota HMI yang telah habis masa keanggotaannya.
2. HMI dan alumni HMI memiliki hubungan historis, aspiratif, dan emocional.
3. Alumni HMI berkewajiban tetap menjaga nama baik HMI, meneruskan misi HMI di medan perjuangan yang lebih luas, dan membantu HMI dalam merealisasikan misinya.
BAB IV
KEUANGAN DAN HARTA BENDA
Pasal 58
Pengelolaan Keuangan dan Harta Benda
1. Prinsip halal maksudnya adalah setiap satuan dana yang diperoleh tidak berasal dan tidak diperoleh dengan cara-cara yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
2. Prinsip transparansi maksudnya adalah adanya keterbukaan tentang sumber dan besar dana yang diperoleh serta kemana dan berapa besar dana yang sudah dialokasikan.
3. Prinsip bertanggungjawab maksudnya adalah setiap satuan dana yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan sumber dan keluarannya secara tertulis dan bila perlu melalui bukti nyata.
4. Prinsip efektif maksudnya adalah setiap satuan dana yang digunakan berguna dalam rangka usaha organisasi mewujudkan tujuan HMI.
5. Prinsip efisien maksudnya adalah setiap satuan dana yang digunakan tidak melebihi kebutuhannya.
6. Prinsip berkesinambungan maksudnya adalah setiap upaya untuk memperoleh dan menggunakan dana tidak merusak sumber pendanaan untuk jangka panjang dan tidak membebani generasi yang akan datang.
7. Uang pangkal dan iuran anggota bersifat wajib yang besaran serta metode pemungutannya ditetapkan oleh Pengurus Cabang.
8. Uang pangkal dialokasikan sepenuhnya untuk Komisariat.
9. Iuran anggota dialokasikan dengan proporsi 60 persen untuk Komisariat, 40 persen untuk Cabang.
BAB V
LAGU, LAMBANG DAN ATRIBUT ORGANISASI
Pasal 59
Lagu, Lambang, dan atribut organisasi lainnya diatur dalam ketentuan tersendiri yang ditetapkan Kongres.
BAB VI
PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 60
Perubahan Anggaran Rumah Tangga
1. Perubahan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilakukan pada Kongres.
2. Perubahan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilakukan melalui Kongres yang pada waktu perubahan tersebut akan dilakukan dan disahkan dihadiri oleh 2/3 peserta utusan Kongres dan disetujui oleh minimal 50%+1 jumlah peserta utusan yang hadir.
BAB VII
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 61
Struktur kepemimpinan HMI berkewajiban melakukan sosialisasi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga kepada seluruh anggota HMI.
Pasal 62
1. Pasal-Pasal tentang Rangkap Anggota/Jabatan dan Sanksi Anggota dalam Anggaran Rumah Tangga dijabarkan lebih lanjut dalam Penjelasan Rangkap Anggota/Jabatan dan Sanksi Anggota.
2. Pasal-pasal tentang Struktur Kepemimpinan dalam ART dijabarkan lebih lanjut dalam Pedoman Kepengurusan HMI, Pedoman Administrasi Kesekretariatan, dan Penjelasan Mekanisme Pengesahan Pengurus HMI.
3. Pasal-pasal tentang Badan Khusus dalam ART dijabarkan lebih lanjut dalam Pedoman Kohati, Pedoman tentang Lembaga Pengembangan Profesi, Pedoman Badan Pengelola Latihan dan Kode Etik Pengelolaan Latihan, dan Pedoman Balitbang.
4. Pasal-pasal tentang Keuangan dan Harta Benda dalam ART dijabarkan lebih lanjut dalam Pedoman Keuangan dan Harta Benda HMI.